Perkataan Ulama Tentang Ziarah Kubur dan Hukum Wasilah


Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Fatwa Tentang Ziaroh Makam Para Auliya Padahal Disana Terjadi Hal-hal Yang Diharamkan

Syeikh Ibnu Hajar ditanya tentang ziaroh makam-makam auliya, dan ketika dalam perjalanan ataupun dilokasi makam-makam tersebut banyak terjadi “kemungkaran-kemungkaran” seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, menyalakan lampu-lampu secara berlebihan dan lain sebagainya. Beliau menjawab: “bahwa Ziaroh kubur para auliya merupakan “pendekatan diri” yang dihukumi sunah.Begitu juga melakukan perjalanan kesana.

Adapun keterangan si “penanya” mengenai perkara-perkara bid’ah dan juga hal-hal yang diharamkan, menurutku tidak bisa ditinggalkan dengan sebab perkara-perkara diatas.

Dan justru menjadi kewajiban “setiap manusia” untuk tetap melakukan “ibadah”, mengingkari bid’ah dan memberantasnya jika memang memungkinkan.

Fatwa Sayyid Alwi Bin Asegaf Bin Muhammad Al-Ja'fari Tentang : Tawasul

• Memohon kepada Allah dengan wasilah para nabi dan para wali, baik ketika masih hidup maupun sesudah wafat, merupakan perkara mubah menurut pandangan “Syara’” sebagaimana hal itu dijelaskan hadits-hadits shohih seperti hadits yang menerangkan seseorang pertobatan Adam Alaihi salam ketika ia durhaka, atau hadits yang menerangkan seseorang yang mengadukan sakit matanya kepada nabi Saw. Dan juga hadits yang menerangkan Syafa'at.

• Menurut keterangan yang aku peroleh dari guru-guruku dan merekapun juga meriwayatkan dari guru-guru mereka, bahwa sesungguhnya tawasul itu merupakan perbuatan yang diperbolehkan dan telah dilakukan diberbagai penjuru bumi. Mereka itu sudah cukup dijadikan suri tauladan, sebab mereka itu adalah para ulama yang membawa syareat kecuali dengan pengajaran mereka. Seandainya ulama-ulama terdahulu kita anggap kufur (karena melakukan tawasul) niscaya syareat yang dibawa Muhammad saw. akan batal (tidak bisa dipakai)

• Perkataan seorang mukmin … Wahai Syeikh. Atau mbah wali fulan ……” ketika ia dalam beban penderitaan, merupakan bentuk “permohonan dengan wasilah” orang (baca : wali atau nabi) yang dipanggil tersebut.

Dengan demikian mengarahkan panggilan kepada orang (wali) yang dipanggil tersebut merupakan kalimat majaz dan sama sekali tidak dikehendaki menurut hakikat nya.

Dengan begitu perkataan tersebut dapat diartikan “wahai syeikh Fulan aku mohon kepada Allah dengan wasilah engkau, agar diampuni kesalahanku atau dikembalikan kepadaku seseorang yang pergi”.

Dengan demikian yang dimintai pada hakekatnya adalah Allah, sedangkan pengucapan permintaan pertolongan kepada seorang nabi atau wali merupakan majaz belaka. Memang benar demikian.

Namun sebaiknya orang-orang awam diberi peringatan mengenai kata-kata yang sering keluar dari mulut mereka yang bisa merusak akidah dan tauhid.

Maka wajib hukumnya memberitahukan dan membimbing mereka, bahwa tidak ada yang bisa mencegah atau merusak sesuatu kecuali hanya Allah. Selain Allah tidak memiliki kekuatan untuk merusak atau memberikan manfaat kecuali atas kehendak Allah,


Dan Allah pun berfirman : “Katakanlah hai Muhammad ! sesungguhnya Aku ini tidak mendatangkan sesuatu kemudlorotan kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan”. Sekian dari kami, Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Tag: Fatwa-fatwa Ulama, Artikel Agama Islam, Hukum Ziarah Kubur, Hukum Wasilah, Hadist Amaliyah NU, Hujjah Agama Islam, Hujjah Amaliyah NU, Tanya Jawab Permasalahan Agama.
Share this article :
+
Previous
Next Post »
 
Copyright © 2016 PPMU Bringin - All Rights Reserved
Template By. Kunci Dunia
Back To Top